The capability to build relationships is important in doing pastoral ministry successfully. However, this factor is often neglected by a pastoral counsellor or pastoral caregiver. Many pastoral counsellors tend to improve their technical skills rather than capability to build a good relationship with the client. As a consequence, many persons in trouble feel unaccepted by their pastoral counsellor, leading to the situation of helplessness. Using the method of Christopraxis, this article attempts to respond to such situation. Christopraxis places the attitude and works of Jesus, as witnessed in the Gospel, as the fundamental reference and resource for today’s ministerial works. In this case, Jesus’ praxis of friendship is employed as the model of relationships in pastoral ministry. It is suggested that a pastoral ministry inspired by the radical and open friendship model that Jesus practised would off er a better approach than the feudalistic and paternalistic ones, commonly practised in Indonesia. Abstrak Kemampuan membangun relasi merupakan faktor penting dalam keberhasilan pelayanan pastoral. Sayangnya faktor ini sering diabaikan oleh para konselor dan pelayan pastoral. Banyak konselor cenderung hanya meningkatkan keterampilan teknis ketimbang kemampuan membangun relasi dengan klien. Akibatnya, banyak orang bermasalah merasa kurang diterima oleh konselor mereka. Hal itu menimbulkan keputusasaan. Menggunakan metode Kristopraksis, artikel ini berupaya menjawab situasi tersebut. Kristopraxis menempatkan sikap dan pekerjaan Yesus, sebagaimana dipersaksikan dalam Injil, sebagai acuan dan sumber bagi pelayanan gerejawi masa kini. Dalam hal ini, praksis persahabatan Yesus digunakan sebagai model relasi dalam pelayanan pastoral. Disarankan bahwa pelayanan pastoral yang terinspirasi model persahabatan Yesus yang radikal dan terbuka akan menawarkan pendekatan yang lebih baik ketimbang pelayanan yang feodalistik dan paternalistik yang sering dijalankan di Indonesia. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free BESLY MESSAKH1GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020TO BE A FRIEND TO OTHERSValuing Friendship Relations in Pastoral Ministry*AbstractThe capability to build relationships is important in doing pastoral ministry successfully. However, this factor is often neglected by a pastoral counsellor or pastoral caregiver. Many pastoral counsellors tend to improve their technical skills rather than capability to build a good relationship with the client. As a consequence, many persons in trouble feel unaccepted by their pastoral counsellor, leading to the situation of helplessness. Using the method of Christopraxis, this article attempts to respond to such situation. Christopraxis places the attitude and works of Jesus, as witnessed in the Gospel, as the fundamental reference and resource for today’s ministerial works. In this case, Jesus’ praxis of friendship is employed as the model of relationships in pastoral ministry. It is suggested that a pastoral ministry inspired by the radical and open friendship model that Jesus practised would off er a better approach than the feudalistic and paternalistic ones, commonly practised in pastoral theology, friendship theology, pastoral relations, therapeutic ministry, SAHABAT BAGI SESAMAMemaknai Relasi Persahabatan dalam Pelayanan Pastoral*AbstrakKemampuan membangun relasi merupakan faktor penting dalam keberhasilan pelayanan pastoral. Sayangnya faktor ini sering diabaikan oleh para konselor dan pelayan pastoral. Banyak konselor cenderung hanya meningkatkan keterampilan teknis ketimbang kemampuan membangun relasi dengan klien. Akibatnya, banyak orang bermasalah merasa kurang diterima oleh konselor mereka. Hal itu menimbulkan keputusasaan. * Artikel ini merupakan publikasi anumerta posthumous.© BESLY MESSAKHDOI work is licenced under a Creative Commons Attribution-NonCommercial International MessakhAfi liasiSekolah Tinggi Filsafat Theologi JakartaKorespondensimessakhbesly MENJADI SAHABAT BAGI SESAMA MEMAKNAI RELASI PERSAHABATAN DALAM PELAYANAN PASTORAL2GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020Menggunakan metode Kristopraksis, artikel ini berupaya menjawab situasi tersebut. Kristopraksis menempatkan sikap dan pekerjaan Yesus, sebagaimana dipersaksikan dalam Injil, sebagai acuan dan sumber bagi pelayanan gerejawi masa kini. Dalam hal ini, praksis persahabatan Yesus digunakan sebagai model relasi dalam pelayanan pastoral. Disarankan bahwa pelayanan pastoral yang terinspirasi model persahabatan Yesus yang radikal dan terbuka akan menawarkan pendekatan yang lebih baik ketimbang pelayanan yang feodalistik dan paternalistik yang sering dijalankan di kunci teologi pastoral, teologi persahabatan, relasi pastoral, pelayanan terapeutis, tidak lepas dari diadopsinya model medis dan metode konseling dalam pendampingan pastoral Gereja sejak tahun 1920-an Willimon, 2002 176.Menurut Swinton tekanan pada relasi terapeutis, tidak lepas dari dominannya pengaruh paradigma terapeutis dalam pelaksanaan pelayanan pastoral. Dominasi paradigma terapeutis ini menyebabkan banyak pelaku pendampingan pastoral, terutama para konselor dan psikoterapis pastoral, terdorong menjadikan penyembuhan dan penyelesaian masalah sebagai dalil utama dalam pendampingan/konseling pastoral yang mereka lakukan Swinton, 2006 3. Sebagai konseksuensi dalam berelasi, mereka akhirnya lebih mengutamakan aspek-aspek relasional yang oleh Swinton disebut aspek perbuatan doing, tindakan act, dan pemulihan cure dalam pendampingan pastoral. Mereka lupa bahwa hal yang lebih mendasar dari ketiga aspek relasional di atas adalah relasi yang menekankan pada aspek kehadiran being, penerimaan accepting, dan kehangatan comfort bagi mereka yang dilayani. Akibatnya, dalam pendampingan pastoral, orang yang dilayani menjadi kurang diperhatikan dan dihargai, lantaran pelaku PENDAHULUANPersahabatan sebagai gagasan teologi Kristen dipandang penting untuk diklaim atau diklaim kembali bagi pelaksanaan pelayanan pastoral Gereja. Dalam hal ini persahabatan dilihat sebagai gagasan teologis yang mestinya mengarahkan keseluruhan aktivitas pelayanan pastoral, khususnya dalam hal kecakapan berelasi, yang sangat mendasar dalam pelayanan Karena itu, John Swinton yang secara khusus membahas hal ini menyimpulkan bahwa “Pendampingan pastoral mesti memperhitungkan sumbangan persahabatan secara serius jika ingin tetap setia pada tradisi penggembalaan Gereja dan menjadi jenis pelayanan yang efektif” Swinton, 2016 7.Berbicara dari sisi pendampingan pas-toral sebagai jenis—atau tepatnya runcingan pelayanan pastoral—Swinton mengatakan klaim di atas muncul karena selama ini praktik pendampingan pastoral banyak diarahkan oleh hal yang disebutnya sebagai relasi terapeutis Swinton, 2016 2. Sebagaimana kita tahu model relasi ini memang mendominasi praktik pendampingan pastoral di banyak Gereja, terutama Gereja di Eropa dan Amerika. Hal BESLY MESSAKH3GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020pelayanan pastoral lebih memerhatikan tindakan atau teknik yang harus dilakukan dalam berelasi agar orang yang dilayani bisa sembuh atau masalahnya terselesaikan Swinton, 2016 3. Karena itu, sebagai solusi, Swinton menegaskan bahwa melampaui relasi terapeutis, para pelaku pendampingan pastoral perlu memperhitungkan pentingnya relasi persahabatan dalam pendampingan pastoral yang mereka lakukan Swinton, 2016 2. Jika hal ini yang dimanfaatkan, Swinton yakin para pelaku pendampingan pastoral akhirnya lebih mengutamakan aspek keberadaan, penerimaan, dan kehangatan sebagai aspek yang penting dalam relasi pendampingan pastoral yang mereka lakukan. Aspek-aspek inilah yang membuat mereka yang dilayani sungguh-sungguh dihargai dan dilihat sebagai subjek dalam pelaksanan pendampingan pastoral dan hal ini tentu saja juga bermanfaat bagi proses pemulihan orang-orang yang dilayani Swinton, 2016 7. Bagaimana dengan pelaksanaan pelayanan pastoral di Gereja-Gereja di mana paradigma dan relasi terapeutis belum menjadi hal yang sungguh-sungguh digunakan, seperti Gereja-Gereja di Indonesia? Menurut saya, persoalannya tetap sama. Alasannya karena pelaksanaan pelayanan pastoral di Gereja-Gereja dimaksud banyak diarahkan oleh nilai paternalisme dan patriarkat. Pengaruh nilai-nilai ini memunculkan relasi hierarkis antara gembala dengan mereka yang digembalakan. Mereka yang digembalakan tidak dilihat sebagai subjek, melainkan objek dalam pelaksanaan pelayanan pastoral. Akibatnya, pelaksanaan pelayanan pastoral pun tidak dilaksanakan dengan kesadaran untuk sungguh-sungguh menghargai dan menerima mereka yang dilayani. Bahkan amat sering kita dengar bahwa pelayanan pastoral semata-mata menjadi ajang mengadili orang-orang yang justru harus didampingi secara pastoral sehingga ruang pemulihan tidak ini mendalami tentang sejauh mana gagasan tentang relasi persahabatan dalam teologi Kristen dapat dimanfaatkan dalam pelayanan pastoral Gereja. Dengan pendalaman ini diharapkan ada kejelasan tentang pemanfaatan gagasan ini dalam pelayanan pastoral Gereja. Untuk mencapai tujuan di atas, kajian ini menggunakan metode Kristopraksis, yaitu mengambil praktik pelayanan Yesus Kristus sebagaimana dipersaksikan dalam Injil sebagai model. Dalam hal ini praktik persahabatan Yesus yang memainkan peran sebagai Sang Gembala yang baik Yoh. 1011,14 akan dipakai sebagai dasar membangun konsep persahabatan dalam keseluruhan struktur pelayanan pastoral. PERSAHABATAN YANG RADIKAL DAN TERBUKAApa itu persahabatan? Relasi persahabatan seperti apa yang mestinya menjiwai relasi dalam pelayanan pastoral Gereja? Kebanyakan mereka yang menulis tentang relasi persahabatan dalam pelayanan pastoral menyadari bahwa persahabatan sebenarnya merupakan gagasan umum yang luas dikenal. Selain luas dikenal, ada berbagai konsep tentang persahabatan yang dipakai dalam hidup bersama. Sayangnya gagasan ini justru kurang mendapat apresiasi dalam dunia teologi, maupun dalam kehidupan bergereja, termasuk dalam bidang pelayanan MENJADI SAHABAT BAGI SESAMA MEMAKNAI RELASI PERSAHABATAN DALAM PELAYANAN PASTORAL4GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020Padahal, seperti dikatakan Frank Woggon “Jika pendampingan pastoral sebagai pelayanan Gereja ambil bagian dalam kisah Yesus tentang belas kasih Allah dan, dengan cara tertentu, terus menuturkan kisah itu, maka dibutuhkan partisipasi dalam persahabatan Yesus” Woggon, 2003 262. Lebih jauh Woggon mengatakan “Klaim dan pengklaiman kembali dimensi persahabatan dalam pendampingan pastoral berarti menggunakan dan mengisi struktur profesionalisme sedemikian sehingga mengikuti model pendampingan, yang nyata dalam kisah Yesus tentang belas kasih Allah” Woggon, 2003 263. Hal-hal yang dikatakan Woggon ini menandai pentingnya menjadikan persahabatan yang Yesus perlihatkan sebagai model dalam melakukan pendampingan/pelayanan itu, kita perlu mengenali gagasan tentang relasi persahabatan yang Yesus tawarkan sebagai model dalam melakukan pelayanan pastoral. Pertanyaannya adalah, relasi persahabatan seperti apa yang Yesus tawarkan melalui hidup dan karya-Nya? Terkait hal ini, Woggon memberikan jawaban yang tegas dan lugas. Dalam kata-katanya Woggon mengatakan, “Yesus menghidupi dan menawarkan model persahabatan yang radikal dan terbuka terhadap orang yang berbeda” Woggon, 2003 261.Hal di atas dikatakan berdasarkan pendalamannya terhadap dua teks dalam Alkitab yang terkait secara langsung dengan persahabatan yang Yesus tawarkan. Kedua teks dipakai karena menurutnya inilah teks dalam kitab Perjanjian Baru PB di mana Yesus secara langsung berbicara atau menyinggung tentang persahabatan. Kedua teks dimaksud adalah Lukas 734 Mat. 1119 dan Yohanes 1515. Lukas 734 berbunyi “Kemudian Anak manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata lihatlah ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.” Teks Yohanes 1515 berbunyi “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang Kudengar dari Bapak-Ku.” Menurut Woggon “Meskipun kedua teks ini sangat ringkas dan mungkin bisa dilihat secara berlebihan, keduanya penting untuk memahami pelayanan Yesus dan, dengan cara tertentu, menyediakan kerangka bagi kisah persahabatan yang diungkapkan dalam hidup Yesus” Woggon, 2003 261. Karena itu, kedua teks ini perlu dipakai sebagai lensa untuk memahami persahabatan yang Yesus tawarkan, yang seperti dikatakan di atas, disebut Woggon sebagai persahabatan yang radikal dan terbuka. Dalam teks Lukas 734 Mat. 1119, secara implisit disebutkan bahwa Yesus digelari “sahabat pemungut cukai dan orang berdosa” oleh lawan-lawan-Nya. Meskipun ini gelar dari lawan-lawan-Nya, Woggon mengingatkan bahwa gelar itu sebenarnya menyingkapkan sebuah kebenaran mendalam tentang hidup dan misi Yesus sebagai sahabat Woggon, 2003 262. Dikatakan demikian karena sebagai sahabat “pemungut cukai dan orang berdosa”, Yesus dalam hidup dan karya-Nya ternyata tidak mengidentifi kasi orang menurut perbuatannya yang berdosa, profesi, atau penyakit mereka. Justru kisah hidup Yesus terus diisi afeksi dan penghargaan terhadap mereka yang ditolak karena hukum agama, dan mengembalikan kehormatan mereka dengan mengampuni dosa mereka, BESLY MESSAKH5GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020menerima mereka, dan menawarkan sebuah relasi pemulihan bagi mereka Woggon, 2003 262. Dalam kata-kata yang berbeda, Brian Edgar mengatakan “Yesus tidak memperlakukan orang berdosa, orang najis, dan yang terusir sebagai objek pengampunan dan belas kasih, ia memperlakukan mereka sebagai manusia, sebagai manusia yang sesungguhnya dan bahkan sebagai sahabat...” Edgar, 2016 137. Apa yang dilakukan Yesus seperti yang terlihat dalam kutipan-kutipan di atas menandai sebuah tawaran persahabatan radikal di mana Yesus mengambil risiko serta membuka ruang bagi mereka yang berdosa untuk menemukan kembali identitasnya dengan cara memperlakukan dan menerima mereka sebagai manusia. Dalam teks Yohanes 1515, Yesus menyebut murid-murid-Nya sebagai sahabat. Bagi Woggon sebutan ini memperlihatkan undangan Yesus kepada murid-murid-Nya untuk ikut serta dalam misi-Nya melalui sebuah model persahabatan yang terbuka Woggon, 2003 262. Dalam model persahabatan ini tidak ada lagi ketergantungan, hubungan ketaatan dari hamba kepada tuannya. Yang ada adalah sebuah persekutuan yang membebaskan dari sesama sahabat Allah, yang dipanggil untuk berbagi apa yang mereka alami, yakni mereka memberdayakan orang untuk menghidupi hidup mereka sepenuh mungkin dalam relasi dengan Allah, sama seperti Yesus memberdayakan mereka Woggon, 2003 262. Karena itu, menurut saya, tawaran persahabatan Yesus yang radikal dan terbuka di atas perlu menjadi model persahabatan yang perlu dikembangkan dalam relasi pelayanan pastoral Gereja. Dalam hal ini mereka yang melakukan pelayanan pastoral perlu mempersiapkan diri sedemikian rupa sehingga mereka mampu hadir dan berelasi sebagai sahabat yang sungguh-sungguh memberi ruang bagi sesama. Diharapkan melalui relasi persahabatan yang ditawarkan ini, orang-orang yang dilayani secara pastoral bisa PERSAHABATAN DALAM PELAYANAN PASTORAL GEREJASebagaimana dikatakan di atas, hal selanjutnya yang perlu dibahas adalah bagaimana mengaplikasikan model relasi persahabatan yang Yesus tawarkan dalam keseluruhan pelayanan pastoral Gereja? Saya ingin mulai membahas hal ini dengan menyitir pendapat Wayne Oates dan David G. Benner. Dalam bukunya Strategic Pastoral Counseling, Benner menjelaskan tentang berbagai jenis pelayanan pastoral dalam Gereja. Tujuannya untuk menjernihkan pengertian, muatan, dan luasan dari berbagai jenis pelayanan pastoral dalam Gereja. Benner mengatakan setidaknya ada lima bentuk atau jenis pelayanan pastoral, atau yang disebutnya sebagai pemeliharaan jiwa, yang ada dalam kehidupan bergereja. Kelima jenis pelayanan pastoral dimaksud adalah persahabatan Kristen, pelayanan pastoral, pendampingan pastoral, konseling pastoral, dan bimbingan spiritual Benner, 2003 16. Kelima jenis pelayanan pastoral di atas dalam praktiknya saling berkelindan, di mana persahabatan Kristen dalam komunitas berfungsi sebagai konteks yang paling luas bagi keseluruhan pelayanan Sebelumnya, almarhum Wayne Oates 1917-1999, dalam bukunya Christian Pastor, juga menekankan MENJADI SAHABAT BAGI SESAMA MEMAKNAI RELASI PERSAHABATAN DALAM PELAYANAN PASTORAL6GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020hal serupa. Oates mengatakan bahwa level atau tipe pertama dalam pendampingan pastoral adalah persahabatan. Selanjutnya dikenal pendampingan pastoral sebagai kehangatan, pengakuan dosa, pengajaran, konseling, dan psikoterapi. Oates mengatakan demikian karena persahabatan dilihatnya sebagai kebutuhan banyak orang dan juga kebutuhan dalam pendampingan pastoral Oates, 1982 194-199. Sepanjang yang saya ketahui, pemikiran kedua teolog di atas mewakili kesadaran awal dalam dunia pelayanan pastoral untuk mengklaim ataupun mengklaim kembali persahabatan bagi pelayanan pastoral Gereja. Sayangnya, seperti dikatakan Woggon, meskipun Oates adalah teolog yang sudah menyadari pentingnya persahabatan dalam pendampingan pastoral, ia kurang mengembangkan gagasannya ini Woggon, 2003 263. Hal ini juga bisa kita lihat dalam buku Benner di atas. Sesuai dengan judul bukunya, Benner lebih banyak berbicara tentang strategi melakukan konseling pastoral secara terstruktur dan dalam jangka waktu yang singkat, tanpa secara mendalam menyinggung tentang persahabatan dalam konseling yang ditawarkan Benner, 2003 16.Padahal, kalau kita menyimak pemikiran Benner dan Oates di atas, sebenarnya ada dua hal penting yang mesti diperhatikan ketika kita berbicara tentang relasi persahabatan dalam pelayanan pastoral Gereja. Hal yang pertama adalah pentingnya mengusahakan dan menamai persahabatan yang terjadi dalam komunitas Kristen sebagai jenis pelayanan pastoral Gereja. Hal ini tentu saja perlu diperhatikan karena Gereja sering lupa untuk menamai setiap tindakan ataupun tawaran persahabatan dari orang Kristen terhadap orang-orang yang membutuhkan pelayanan, sebagai sebuah jenis pelayanan pastoral. Padahal, dalam kenyataannya, persahabatan yang ditawarkan melalui relasi kehidupan berjemaat sering kali menjadi jenis pelayanan pastoral Gereja yang efektif bagi orang-orang yang membutuhkan pelayanan secara pastoral. Karena itu, menurut saya, penerapan gagasan persahabatan Kristen dalam praktik pelayanan pastoral mesti dimulai dari upaya menjadikan gagasan ini menjadi gagasan yang mewarnai relasi dalam jemaat atau dalam komunitas Kristen. Saya yakin jika warga Gereja terbiasa berelasi dengan semangat persahabatan, sebagaimana yang Yesus maksudkan di atas, maka hal itu sangat bermanfaat bagi orang-orang yang membutuhkan pelayanan secara pastoral. Swinton memberikan sebuah contoh menarik tentang bagaimana tawaran relasi persahabatan oleh komunitas dapat menjadi sebuah model pelayanan pastoral yang efektif bagi mereka yang membutuhkan pertolongan. Contoh ini diangkat dari pengalamannya melayani seorang ibu bernama Dana yang tanpa diketahui tertular virus HIV-AIDS dari suaminya. Karena suaminya tidak jujur, timbul pertengkaran dan kekecewaan, dan mereka pun bercerai. Dana akhirnya menikah lagi dan memiliki seorang anak yang untungnya tidak terpapar virus HIV-AIDS. Satu hal yang mengejutkan bagi Swinton adalah fakta bahwa Dana ternyata cukup tabah dan tangguh menghadapi situasinya. Dalam pengamatannya Swinton melihat bahwa Dana memang membutuhkan pendampingan dari mereka yang mampu melakukan konseling secara profesional. Namun, hal yang sungguh-sungguh menguatkan Dana adalah kehadiran komunitas, BESLY MESSAKH7GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020yakni para sahabat di Gerejanya, yang sangat membantunya ketika harus berjuang untuk tetap hidup sebagai ODHA Swinton, 2016 5-6. Swinton menyimpulkan peran anggota komunitas Gereja yang menyahabati Dana dalam kata-kata sebagai berikut. ... hal yang paling penting dari situasi yang dialami Dana adalah kehadiran para sahabat yang memungkinkan terapi dengan cara yang sangat sederhana, yakni hadir di sana. Mereka tidak melakukan apa-apa, mereka tidak memiliki kualifi kasi atau keahlian; mereka hanya duduk bersama Dana dan membantu agar pengalaman Dana menjadi sesuatu yang bermakna baginya. Kesalahan dilakukan, hal-hal yang keliru terucap, ketegangan muncul pada waktunya, dan perawat harus “melindungi” Dana jika merasa terganggu oleh kehadiran orang lain, tetapi di samping kesulitan-kesulitan yang ada, kesetiaan dan cinta yang ditunjukkan sahabat-sahabatnya, memberikan kekuatan pada Dana untuk tetap merasa terhormat dan memiliki harapan di balik situasi yang dialami Swinton, 2016 7.Apa yang dijelaskan Swinton di atas memberikan gambaran yang padat dan utuh tentang pentingnya membangun relasi pastoral dalam komunitas yang menyahabati untuk mendampingi orang-orang bermasalah, yang membutuhkan pendampingan pastoral dalam Gereja. Berbicara dari perspektif teologi Trinitas, Neil Pembroke mengatakan “Dalam rangka mengembangkan pemahaman tentang apa yang menjadi syarat untuk membangun komunitas Kristen yang otentik, kita perlu menemukannya dalam konsep cinta kenosis dan relasi perichoresis.” Bagi Pembroke perwujudan cinta kenosis nyata dalam bentuk kesediaan memberi ruang bagi yang lain, dengan cara mengosongkan diri dari perhatian dan ketertarikan pada diri sendiri, sehingga kita dapat merasakan kebahagiaan dan kepahitan, kekecewaan dan harapan, orang lain. Sedangkan perwujudan relasi perichoresis melibatkan keintiman dan kedekatan di satu sisi, dan juga ruang terbuka di sisi lainnya Pembroke, 2006 53. Jika model berelasi seperti ini dipraktikkan dalam kehidupan berjemaat, maka komunitas akan tumbuh menjadi komunitas yang menyahabati. Dalam konteks Gereja-Gereja kita di Indonesia, hal ini sudah seharusnya disadari. Menurut saya Gereja-Gereja di Indonesia dengan komunalitasnya yang kuat sangat mungkin ditransformasi menjadi komunitas yang mampu menghadirkan nilai-nilai persahabatan yang radikal dan terbuka dalam relasi sehari-hari, sebagai bentuk pelayanan pastoral. Misalnya dengan menghadirkan komunitas Gereja yang ramah dan peduli terhadap anak, terhadap orang-orang dengan disabilitas, terhadap mereka yang lanjut usia, dan lain-lain. Untuk itu, Gereja memang perlu mengatur berbagai kebijakan dalam pelayanan sehingga persahabatan yang radikal dan terbuka akhirnya menjadi habitus dalam berbagai relasi yang terjadi dalam komunitas Gereja. Dengan cara ini diharapkan mereka yang bermasalah terbantu dengan kehadiran para sahabat, yang adalah anggota Gereja. Selain melihat persahabatan sebagai jenis pelayanan pastoral, Oates dan Benner juga melihat persahabatan sebagai perspektif yang mestinya mendasari seluruh aktivitas pelayanan Gereja sebagai jenis pelayanan pastoral. Karena itu Benner mengatakan “Dasar dari semua pemeliharaan jiwa atau pelayanan pastoral Kristen adalah bentuknya MENJADI SAHABAT BAGI SESAMA MEMAKNAI RELASI PERSAHABATAN DALAM PELAYANAN PASTORAL8GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020yang paling tidak menuntut spesialisasi, yakni persahabatan yang ditawarkan oleh orang Kristen kepada orang Kristen lainnya” Benner, 2003 16. Oates mengatakan persahabatan merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar untuk berbagai bentuk karya pastoral yang lebih mendalam Oates, 1982 196.Untuk itu, dalam rangka mempersiap-kan jemaat atau anggota komunitas berelasi secara radikal dan terbuka, maka selanjutnya relasi persahabatan perlu menjadi perspektif yang diperhitungkan dalam keseluruhan bentuk atau tindakan pelayanan Gereja, sebagai jenis pelayanan pastoral. Artinya mereka yang melakukan tindakan pelayanan, seperti berkhotbah, memimpin liturgi, memberlakukan disiplin Gereja, pedampingan pastoral, konseling, dan psikoterapi, perlu menyadari bahwa sangat mungkin mereka melakukan pelayanan-pelayanan itu dengan menghadirkan perspektif relasi persahabatan di dalamnya. Dengan menghadirkan pelayanan atau tindakan pelayanan yang berperspektif relasi pesahabatan, diharapkan pelayanan tersebut menjadi jenis pelayanan yang menyahabati, yang berdampak secara itu, Edgar ketika mengomentari kepemimpinan Gereja dari perspektif persahabatan mengatakan “Tanpa persahabatan dalam kepemimpinan, institusionalisme akan sangat dominan, sukacita dalam kepemimpinan akan hilang, dan kemampuan untuk mengalami perubahan tansformatif akan berkurang” Edgar, 138. Terkait khotbah sebagai tindakan persahabatan, Edgar yang mengutip pendapat Gail O. Day, seorang pengkhotbah terkenal, mengingatkan bahwa ada banyak tindakan kurang bersahabat dalam khotbah melalui lelucon, percakapan, anekdot yang tujuannya hanya untuk membuat jemaat tersenyum. Karena itu, menurut Edgar “Menjadi sahabat Injil dalam berkhotbah berarti berbicara secara sederhana, terus terang, dan jujur. Artinya yang diberitakan adalah kebenaran, seluruh kebenaran dan tidak ada yang lain selain kebenaran” Edgar, 139. Tentu saja hal-hal seperti di atas perlu diperhatikan sehingga tawaran persahabatan dapat nyata melalui semua tindakan dan aktivitas pelayanan Gereja. SIMPULANPara pelaku pelayanan pastoral dalam Gereja perlu belajar untuk hadir dan bertindak sebagai seorang sahabat dalam melakukan pendampingan pastoral. Menurut Edward C. Zaragoza, pelaku pelayanan pastoral yang menyahabati seperti ini adalah mereka yang “... menggunakan waktu mereka untuk menyimak, untuk mendengar hal yang sesungguhnya terjadi pada orang-orang yang didampingi, menaruh perhatian pada bahasa tubuh untuk memastikan bahwa apa yang dikatakan adalah apa yang sesungguhnya terjadi pada diri yang bersangkutan.” Lebih jauh Zaragosa menggambarkan pendamping pastoral yang menyahabati sebagai orang yang “... memiliki energi, vitalitas, cinta yang mendalam, serta penghargaan terhadap sesama yang dapat dilihat dan dirasakan. Sebagai dampaknya, orang senang berada di sekitar orang-orang seperti ini, bukan saja karena energi yang dibagikan tetapi karena orang-orang seperti ini juga berbagi kerapuhan mereka, sebagai manusia” Zaragosa, 1999 92-93. BESLY MESSAKH9GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020Hal di atas perlu ditekankan karena, seperti dikatakan Zaragoza, masih banyak pelaku pendampingan pastoral yang memnggunakan paradigma pemimpin yang melayani servant leadership dalam melakukan pendampingan pastoral. Menurutnya pendamping pastoral seperti ini adalah orang yang “tidak sungguh-sungguh menyimak, tidak memperhitungkan perasaan orang yang didampingi secara serius, dan membiarkan anda menemukan dan berurusan dengan perhatian, perasaan, dan masalah yang dihadapi. Ini terjadi karena mereka lebih memperhatikan hal yang dilakukan atau dikatakan ketimbang orang yang didampingi Zaragoza, 1999 93. Kehadiran dan perilaku seperti inilah yang perlu ditransformasi. Oleh karena itu bisa dikatakan pemanfaatan gagasan persahabatan sebagai perspektif sudah menjadi kebutuhan bagi Gereja-Gereja agar para pelaku pendampingan pastoral dalam Gereja dapat benar hadir sebagai pelaku pendampingan pastoral yang menyahabati. Untuk itu, penyiapan kader-kader pendamping pastoral dalam Gereja, juga mesti dilakukan dengan kesadaran untuk menjadikan persahabatan sebagai perspektif yang mengarahkan keseluruhan pemikiran dan praktik pendampingan pastoral yang dilakukan, terutama dalam hal berelasi. DAFTAR PUSTAKA Adiprasetya, Joas. 2018. “Pastor as Friends Reinterpreting Christian Leadership”, Dialog A Journal of Theology, Vol. 57, March 2018 47-52. Benner, David G. 2003. Strategic Pastoral Counseling A Short-Term Structured Model, Grand Rapids Baker Howard. 2002. Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, terjemahan Nababan, Jakarta dan Yogyakarta BPK Gunung Mulia dan KanisiusEdgar, Brian. 2016. “The Ministry of Friend-ship”, Pacifi ca, Vol. 29 2 Steward. 1959. The Christian Shepherd Some Aspect of Pastoral Care, Nashville Abingdon Neil. 2006. Renewing Pastoral Care Trinitarian Perspectives on Pastoral Care and Counselling, England & USA Ashgate Publishing John. 2017. “Healing Presence Reclaiming Friendship as a Pastoral Gift”, diakses William H. 2002. Pastor A Theology and Practice of Ordained Ministry, Nashville Abingdon Frank. 2003. “For the Hatching of Our Hearts Friendship, Pastoral Care, and the Formation for Ministry”, The Journal of Pastoral Care and Counseling, Vol. 57, No. 3. Fall 2003 Edward C. 1999. No Longer Servants, but Friends A Theology of Ordained Ministry. Nashville Abingdon Adapun yang dimaksud dengan pelayanan pastoral di sini adalah seluruh aktivitas atau tindakan dalam MENJADI SAHABAT BAGI SESAMA MEMAKNAI RELASI PERSAHABATAN DALAM PELAYANAN PASTORAL10 GEMA TEOLOGIKA Vol. 5 No. 1, April 2020Gereja yang mengandung perspektif penggembalaan pastoral di dalamnya Hiltner, 1959 14. Howard Clinebell mengatakan bahwa perspektif penggembalaan ini bisa saja terlihat dalam aktivitas pelayanan, seperti berkhotbah, mengajar, memimpin ibadah, administrasi, pelayanan komunitas, pengembangan kepemimpinan, dan tentu saja pendampingan pastoral dan konseling. Itulah sebabnya, sebagai contoh, Clinebell mengatakan “Khotbah yang berpusat pada pribadi dapat menjadi penggembalaan dan konseling individual pada ukuran kelompok” Clinebell, 2002 49-50.2 Menurut Joas Adiprasetya, kurang diapresiasinya tema persahabatan tidak lepas dari kekeliruan memahami teks Yohanes 2115-17. Pemahaman umum tentang teks ini bertolak dari padangan bahwa kasih agape lebih tinggi nilainya dari kasih fi lia. Karena itu, dalam teks Yohanes 2115-17 ditegaskan bahwa Yesus sampai dua kali menggunakan kata agape ketika bertanya tetang kasih Petrus kepada-Nya. Sayangnya, Petrus secara konsisten menjawab bahwa dirinya mengasihi Yesus dengan menggunakan kata fi lia. Karena itu, dapat dipahami kalau Yesus kemudian mengganti kata agape dengan fi lia ay. 17 ketika untuk ketiga kalinya bertanya tentang kasih Petrus terhadap diri-Nya, untuk menyesuaikan pertanyaan-Nya dengan jawaban Petrus. Dalam hal ini Yesus dianggap menurunkan standar pertanyaan karena Petrus ternyata hanya bisa mengasihi diri-Nya dengan kasih fi lia. Bukan dengan kasih agape seperti yang diharapkan. Bertolak dari pemahaman inilah, orang kemudian meremehkan kasih fi lia dibandingkan dengan kasih agape. Karena fi lia sendiri berarti kasih persahabatan, maka seperti dikatakan di atas, tema persahabatan kurang mendapat perhatian dalam dunia teologi dan kehidupan bergereja. Padahal, teks Yohanes 2115-17 sebenarnya tidak berbicara tentang hierarki kasih. Adiprasetya menandaskan bahwa jawaban Petrus dalam Yohanes 2117 mestinya dipahami berdasarkan teks Yohanes 1513. Di situ Yesus mengatakan “tidak ada kasih yang lebih besar dari kasih seorang yang memberikan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya”. Menurut Adiprasetya, Petrus teringat dan berpegang pada teks ini ketika menjawab pertanyaan Yesus dalam Yohanes 2115-17. Dalam pemahaman Petrus kasih persahabatan atau fi lia adalah ungkapan kasih di mana dirinya sebenarnya rela berkorban bagi Yesus. Karena itu Petrus konsisten menggunakan kasih fi lia ketika menjawab pertanyaan Yesus. Dengan demikian tidak ada alasan untuk meremehkan kasih fi lia. Justru bertolak dari pemahaman ini bisa disimpulkan bahwa dalam Yohanes 2115-17, Yesuslah yang menaikkan standar pertanyaannya, ketika tahu bahwa Petrus sungguh-sungguh mengasihi-Nya dan siap mengorbankan nyawanya Adiprasetya, 2018 49-51. 3 Dalam penjelasannya ditegaskan bahwa kelima jenis pelayanan pastoral di atas seharusnya oleh Gereja tidak dibedakan menurut urutan penting dan tidak pentingnya pelayanan pastoral. Semua jenis pelayanan pastoral yang disebutkan penting dan tentu saja bermanfaat dalam pelayanan Gereja. Satu-satunya hal yang membedakan kelima jenis pelayanan pastoral di atas hanya bisa dilihat dari adanya tuntutan spesialisasi bagi pelaku pelayanan, yang melakukan pelayanan pastoral. Kalau diurutkan mulai dari persahabatan Kristen, pelayanan pastoral, pendampingan pastoral, konseling pastoral, dan bimbingan spiritual, maka menurut Benner konseling pastoral dan bimbingan spiritual adalah jenis pelayanan pastoral yang paling tinggi tuntutan spesialisasinya. Sedangkan yang tidak terlalu menuntut spesialisasi dari pelaku pelayanannya adalah persahabatan Kristen Benner, 2003 16. Hal terakhir yang dikatakan Benner di atas rupanya berkaitan dengan tuntutan dalam pelayanan pastoral bahwa mereka yang dapat melakukan konseling dan bimbingan pastoral adalah mereka yang mestinya dilatih secara khusus untuk maksud tersebut. Saya sendiri kurang setuju dengan hal terakhir yang diungkapkan Benner karena justru terkesan merendahkan persahabatan yang ditawarkan orang Kristen sebagai jenis pelayanan pastoral. Meskipun tidak ada tuntutuan khusus bagi mereka yang menawarkan persahabatan untuk melayani dengan kecakapan khusus, bukan berarti mereka tidak perlu memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan dalam menawarkan persahabatan. ... Ada beberapa bentuk dari pelayanan pastoral yang dapat menjadi strategi sebagai upaya pertumbuhan rohani jemaat yaitu seperti perkunjungan, pastoral konseling, pemberitaan firman Winanto, 2021. Kemudian Wayne Oates dan David G. Benner mengatakan setidaknya ada lima bentuk pelayanan pastoral yaitu persahabatan Kristen, pelayanan pastoral, konseling pastoral, pendampingan pastoral, dan bimbingan spiritual Messakh, 2020. Lih. ...Yelicia YeliciaKrido SiswantoEach shepherd has his own strategy or way of serving the Lord's people and reaching out to the lost. Likewise with the congregational shepherd who serves at the Indonesian Gospel Tabernacle Church GKII bukit Moria Kasongan Congregation. Until now, the congregation at GKII Bukit Moria Kasongan Congregation continues to exist and continues to show spiritual growth. Therefore, the author will examine how the strategy of pastoral service to the congregation in GKII of the Bukit Moria Kasongan congregation in Central Kalimantan. The purpose of this study is to explain how the pastoral ministry strategy is an effort to grow the spirituality of the congregation at GKII Bukit Moria Kasongan Congregation. The author uses qualitative research methods by collecting data through interviews with congregational pastors, congregational governing bodies and congregational members. Based on the results of the author's research, it can be concluded that from several pastoral ministry strategies carried out by shepherds such as Pastoral Counseling, Pastoral Admonition, God's Word Ministry, and Discipleship, it has an impact on the spiritual growth of the congregation at GKII Bukit Moria Kasongan which can be seen in terms of quality, namely through the attitude of life or the character of the faithful congregation in serving God and is willing to be involved in the ministry and can testify about God's help through his life. Setiap gembala memiliki strategi atau cara tersendiri dalam melayani umat Tuhan dan menjangkau orang-orang yang terhilang. Begitu juga dengan gembala sidang yang melayani di Gereja Kemah Injil Indonesia GKII Jemaat Bukit Moria Kasongan. Hingga saat ini, jemaat di GKII Jemaat Bukit Moria Kasongan tetap eksis dan terus menunjukkan pertumbuhan secara rohani. Oleh karena itu, penulis akan meneliti bagaimana strategi pelayanan pastoral kepada jemaat yang ada di GKII jemaat Bukit Moria Kasongan Kalimantan Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana strategi pelayanan pastoral sebagai upaya pertumbuhan rohani jemaat di GKII Jemaat Bukit Moria Kasongan. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara kepada gembala sidang, Badan Pengurus Jemaat maupun anggota jemaat. Berdasarkan hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa dari beberapa strategi pelayanan pastoral yang dilakukan oleh gembala seperti, Konseling Pastoral, Perkunjungan Pastoral, Pelayanan Firman Tuhan, dan Pemuridan, berdampak bagi pertumbuhan rohani jemaat di GKII Bukit Moria Kasongan yang dapat dilihat dari segi kualitas yaitu melalui sikap hidup atau karakter jemaat setia dalam melayani Tuhan dan bersedia dilibatkan dalam pelayanan serta dapat bersaksi tentang pertolongan Tuhan melalui kehidupannya.... Menurut Besly Mesakh, dalam praktik pelayanan pastoral bergereja, penerapan mengenai ide persahabatan Kristen mesti dimulai dari upaya menjadikan ide ini menjadi ide yang mewarnai relasi dalam jemaat atau dalam komunitas Kristen. Messakh 2020 Dalam hal ini, persahabatan dengan Allah diekspresikan dalam persahabatan dengan orang percaya lainnya, di dalam hubungan pribadi yang akrab satu sama lain. Dalam perjumpaan persahabatan tersebut terdapat empat ciri "saling" dalam berelasi dengan sesama. ...Franky FrankyDina Elisabeth LatumahinaDi tengah konteks zaman yang terus mengalami perubahan, gereja sebaiknya terbuka dalam menghadapi kepelbagaian dan perubahan. Dalam melayani pastoral, gereja harus menghayati dan menjalani kehidupannya dalam proses pembaharuan terus menerus serta menjadi cair liquid. Apabila memerhatikan dinamika pelayanan pastoral pada saat ini, maka gereja tidak lepas dari permasalahan dalam menyikapi perubahan. Misalnya adanya anggapan bahwa keterbukaan terhadap sesuatu di luar gereja akan mengancam eksistensi gereja pada masa kini. Akibatnya, gereja tidak mau dievaluasi, menerima kritik dan saran karena menganggap pendekatan pelayanan tradisional adalah cara/ metode terbaik dalam menerapkan pelayanan pastoral. Dalam artikel ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, yakni menggali pemahaman dan pengalaman subyektif dari para informan dengan memerhatikan konteks pelayanan pastoral gereja-gereja anggota PGIS Kota Batu. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji serta menemukan model liquid church bagi peningkatan pelayanan pastoral. Pada akhirnya, dengan mengacu pada kajian literatur, hasil dan pembahasan, maka peneliti menemukan Model Liquid Church, yakni 1 Gereja Tidak Bersifat Eksklusif; 2 Gereja Kontekstual; 3 Gereja Adaptif; 4 Gereja yang Inovatif dan Kreatif; 5 Gereja yang Membumi dan 6 Gereja Yang Relevan dengan Situasi dan Kondisi. Model ini dapat menjadi rekomendasi bagi gereja-gereja anggota PGIS Kota Batu guna meningkatkan pelayanan Santi ZebuaYusup Rogo Yuono Chlaodhius BudhiantoDaryanto4 SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SANGKAKALA Abstrak Penelitian ini membahas tentang pendampingan pastoral terhadap pecandu narkoba yang dilakukan oleh Yayasan Rehabilitasi Rumah Damai di semarang untuk menolong dan memulihkan orang yang terikat dalam penyalahgunaan narkoba, dengan tujuan supaya mereka memiliki pengharapan hidup dan penerimaan serta mengalami kasih Tuhan dan sama seperti visi yang ada di Yayasan rehabilitasi rumah damai bahwa "Keluargaku Rumahku". Dengan misi membangun manusia yang berkararakter kuat dan siap secara mental maupun spiritual, melalui pemulihan luka masa lalu dan hubungan keluarga. Adapun pendampingan pastoral yang dilakukan oleh Yayasan rehabilitasi rumah damai, yaitu melakukan pengajaran, konseling, dan memperhatikan perkembangan perubahan mereka melalui penyembuhan fisik dan pemulihan jiwa dan karakter mereka dengan tujuan mempersipakan mental mereka kembali dengan utuh dikalangan lingkungan keluarga dan masyarakat. Dengan metode penelitian kualitatif deskriptif menggunakan kajian pustaka dan data lapangan. Dengan cara penanganan yang dilakukan Yayasan Rehabilitasi Rumah Damai kepada peserta yang dilayani sangat menghasilkan dampak positif, hasilnya adalah beberapa staff yang saat ini melayani di Yayasan Rehabilitasi Rumah Damai adalah pecandu narkoba yang sudah mengalami pemulihan total. Yayasan Rehabilitasi Rumah Damai bisa berperan dan melakukan manfaat menolong dengan baik dalam membina dan melakukan pendekatan pendampingan pastoral untuk menyembuhkan dan memulihkan para pecandu narkoba dari ikatan-ikatan masa lalu mereka dan menuntun mereka untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan. Abstract This research is about pastoral dependence on drug addicts which was carried out by the Rumah Damai Rehabilitation Foundation in Semarang to help and assist people who help in drugs, with their aim to appreciate and receive and experience love as in the Peace House Rehabilitation Foundation that "My Family is My Home. " With a mission to build people with strong character and ready mentally and spiritually, through healing past wounds and family relationships. As for the pastoral assistance carried out by the Peace House Foundation, namely conducting teaching, counseling, and paying attention to their development through physical healing and restoration of their soul and character with the aim of preparing their mentality to return intact among the family and community. With descriptive qualitative research method using literature review and field data. With the way theAleta Apriliana RuimassaTeenage years are a phase in which humans experience significant changes in their physical, psychosocial, and spiritual aspects. If these changes are not addressed wisely and if teenagers also experience external pressures, it will certainly have an impact on mental health. Teenagers are vulnerable to mental health disorders, such as stress and depression, and even attempt to harm themselves to suicide. The Church's concern is to conduct a pastoral service that is contextual and relevant to the struggles of teenagers as members of the congregation to help teenagers' mental health by focusing on their psychological development. A literature study approach was used to analyze data on the urgency of teenage mental health as well as teenage mental health from the perspective of teenage developmental psychology. The study found that a youth-friendly pastoral service is a pastoral action that is sensitive to teenagers’ mental health. Abstrak. Masa remaja adalah sebuah fase kehidupan di mana manusia mengalami perubahan-perubahan yang signifikan dalam dirinya terkait fisik, psiko-sosial, dan spiritual. Jika perubahan-perubahan tersebut tidak disikapi dengan bijak, dan jika remaja juga mengalami tekanan-tekanan di luar dari dirinya, maka tentu akan berdampak pada kesehatan mental. Remaja akan rentan terhadap gangguan kesehatan mental seperti stres, depresi, bahkan upaya menyakiti dirinya sendiri hingga tindakan bunuh diri. Keprihatinan Gereja ialah melakukan suatu pelayanan pastoral yang kontekstual dan relevan bagi pergumulan remaja sebagai anggota jemaat dalam menolong kesehatan mental remaja dengan memperhatikan perkembangan psikologi dari remaja. Pendekatan studi pustaka digunakan untuk menganalisis data mengenai urgensi dari kesehatan mental remaja, dan juga kesehatan mental remaja dari perspektif psikologi perkembangan remaja. Kajian tersebut menemukan sebuah pelayanan pastoral yang bersahabat kepada remaja menjadi aksi pastoral yang peka akan kesehatan mental So'langiFibry Jati NugohoYusup Rogo YuonoDaryanto DaryantoThis research discusses Lesbian Gay Bisexual Transgender and pastoral services carried out by the church in helping people to know God's Love. In this study, the author examines pastoral care to deal with lesbian gay bisexual transgender in the Jemaat Kristen Indonesia Oikos Pelangi Kasih church. With descriptive qualitative research method using literature review and field data. Perform well the function guiding, supporting function, healing function, restoring function and maintenance function will really help the lesbian gay bisexual transgender people to experience recovery and know the truth of God’s word. AbstrakPenelitian ini membahas seputar Lesbian, Gay, Bisex, Transgender dan pelayanan pastoral yang dilakukan oleh gereja dalam menolong orang-orang untuk mengalami kasih Tuhan. Pada pene-litian ini, penulis meneliti tentang pelayanan pastoral untuk menangani kaum lesbian, gay, bisex, transgender di Gereja Jemaat Kristen Indonesia Oikos Pelangi Kasih. Dengan metode penelitian kualitatif deskriptif menggunakan kajian pustaka dan data lapangan. Melakukan dengan baik fungsi membimbing, fungsi menopang, fungsi menyembuhkan, fungsi memulikan dan fungsi memelihara akan sangat membantu kaum lesbian gay bisex dan transgender untuk mengalami pemulihan dan mengenalkan kebenaran firman TuhanIgnasius Putra Bagus KurniawanSebagai subyek, setiap orang pasti membangun relasi dalam kehidupan sosialnya. Secara khusus relasi dua subyek yang didasarkan pada hubungan timbal balik yang membentuk persahabatan antara keduanya. Sahabat dalam virtual dan sahabat secara langsung keduanya berbeda. Fokus studi ini ialah menemukan makna sahabat yang dimiliki oleh orang muda dalam masa pandemi, secara khusus mereka yang bertemu melalui virtual. Relasi antar dua subyek pun mengalami perbedaan makna dari sebelum pandemi dengan masa pandemi ini. Studi penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologi. Penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan studi kepustakaan. Tinjauan penelitian ini menggunakan filsafat relasionalitas Armada Riyanto. Temuan dalam studi ini ialah adanya perbedaan antara makna sahabat secara real yang dialami sebelum masa pandemi dengan persahabatan yang terjadi selama masa pandemi ini. Aku dengan liyan yang memiliki relasi sebagai sahabat tidak bertemu secara langsung, melainkan terbatas di dunia virtual. Makna persahabatan menjadi berbeda saat dua pribadi bertemu secara langsung dan secara Bua Ezra TariKehadiran pendeta dalam penatalayanan belum sepenuhnya dirasakan jemaat. Pendeta dalam melakukan pelayanan pastoral belum dirasakan dengan maksimal. Hal ini ditengarai karena, pendeta tidak akan mengetahui persoalan jemaat. Pendeta hanya sibuk dengan aktivitas organisatoris ketimbang memperhatikan masalah jemaat. Tulisan ini muncul dari kegelisahan penulis karena minimnya perkunjungan pastoral secara langsung maupun melalui media sosial. Ada anggota jemaat yang bergumul usai di PHK, perjuangan seorang janda, perselingkuhan dan keaktifan jemaat dalam beribadah. Tujuan dari tulisan ini untuk memberikan motivasi kepada pendeta selaku gembala mengoptimalkan pelayanan kepada jemaat. Penelitian ini memakai metode kualitatif pendekatan analisis deskriptif. Seorang pendeta memberikan diri untuk secara aktif mendengar dan mengamati situasi jemaatnya. Pelayanan ini dilakukan melalui visitasi pastoral. Pendeta harus menghargai privasi jemaat. Hal itu terkait dengan masalah yang diceritakan. Pendeta hadir mengenal jemaatnya, bukan hanya pertemuan di gedung gereja. Tetapi ia hadir untuk memberikan solusi terhadap persoalan Putra SunjayaArtikel ini membahas hasil penelitian kualitatif terhadap spiritualitas kaum muda di Gereja Bethel Indonesia jemaat Bless Impact Generation GBI BIG dengan menggunakan metode investigatif dari Christian Smith dan Melinda Denton. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kaum muda memiliki spiritualitas yang bersifat moralistik, terapeutik, dan deisme. Artikel ini mengkritik spiritualitas yang demikian dari sudut bidik dogmatis. Melalui pandangan Kristologi David Wells sebagai aparatus teologis, penulis meyakini bahwa spiritualitas moralistik, terapeutik, dan deisme akan menghasilkan kegagalan dalam pertumbuhan iman Kristen karena menggeser Kristus sebagai titik pusat keimanan. Melengkapi pemikiran Wells, artikel ini mengangkat gagasan Kristosentrisme Pneumatik sebagai tawaran teologis. Kristosentrisme Pneumatik memusatkan perhatian pada Kristologi, yang kemudian memiliki watak Roh. Penulis mengangkat gagasan Kristosentrisme Pneumatik guna melengkapi aspek ritual, pastoral, dan komunal dalam membangun spiritualitas kaum muda Sema Rappan PaledungToday philanthropy is always understood as the charity acts towards the poor. Many social organizations are active in the philanthropy field. However, these philanthropic acts only represent charitable or charity acts. Therefore, this paper intends to explore the biblical meaning of philanthropy itself. It will construct a theology of philanthropy according to the interpretation of Acts 281-2, 7-10 and Titus 31-10. The main author’s argument in this paper is that philanthropic theology is an act of friendship between God and humans also human to human which is the church basis and character, in relationships with other religions. This research process will use library research and hermeneutical processes to explore the meaning of the philanthropy concept. In the end, I will propose the implication of philanthropy theology in daily life with other religions. Keywords Philanthropy; Friendship; God; Human; Life With Other Religions. Joas AdiprasetyaChristian leadership has long enjoyed the idea of servant-leadership or doularchy that has been seen as standing against any form of kyriarchy. This article is an attempt to solve the problems left by doularchy and construct a model of philiarchic leadership based on the identity of pastors as friends. Several texts in the Gospel of John will be reinterpreted using the philiarchic lens. The article concludes with three applied ideas that today's Christian leaders should take into EdgarIt is important for the church to take seriously the words of Jesus, I no longer call you servants, but friends’ John 1515 and locate servanthood – and ministry as a whole – within the context of divine friendship rather than within the context of modern conceptions of leadership. When servant-leadership is the dominant model of ministry it tends towards practices based on obligation rather than grace and creates practical difficulties for practitioners. Ministry can be defined in terms of the formation of friendship with God and others with benefits for community life, pastoral care and leadership. Frank WoggonThe author explores the notion of friendship by drawing on personal and ministry experience, as well as on philosophical and biblical insights, in order to suggest a dynamic practice of pastoral care and a process of ministry formation which transcends the professional paradigm and the peership principle. He suggests that the power to bless, the ability to extend grace, and the potential for change are dynamics of friendship which are effective both in pastoral care and in ministry Pastoral Counseling A Short-Term Structured ModelDavid G BennerBenner, David G. 2003. Strategic Pastoral Counseling A Short-Term Structured Model, Grand Rapids Baker dasar Pendampingan dan Konseling PastoralHoward ClinebellClinebell, Howard. 2002. Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, terjemahan Nababan, Jakarta dan Yogyakarta BPK Gunung Mulia dan KanisiusThe Christian Shepherd Some Aspect of Pastoral CareSteward HiltnerHiltner, Steward. 1959. The Christian Shepherd Some Aspect of Pastoral Care, Nashville Abingdon A Theology and Practice of Ordained MinistryWilliam H WillimonWillimon, William H. 2002. Pastor A Theology and Practice of Ordained Ministry, Nashville Abingdon 1 Adapun yang dimaksud dengan pelayanan pastoral di sini adalah seluruh aktivitas atau tindakan dalamEdward C ZaragozaZaragoza, Edward C. 1999. No Longer Servants, but Friends A Theology of Ordained Ministry. Nashville Abingdon Press. Catatan 1 Adapun yang dimaksud dengan pelayanan pastoral di sini adalah seluruh aktivitas atau tindakan dalamMemahamikondisi sesama teman dalam rangka persahabatan disebut . Question from @Rohmaning - Sekolah Menengah Pertama - Sejarah Sign In . Rohmaning @Rohmaning. December 2019 1 4 Report. Memahami kondisi sesama teman dalam rangka persahabatan disebut adityapratama010. masa puber. semoga membantu. 0 votes Thanks 1. rohmaning ngk pas sama 0% found this document useful 0 votes7 views7 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes7 views7 pagesSoal Pts Pabp Kelas Vi Semester Genap Tahun 2020-2021Jump to Page You are on page 1of 7 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 6 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
KeutamaanMenjalin Persahabatan karena Allah. Wiji Adinda Putri, Jurnalis · Rabu 02 September 2020 19:30 WIB. Ustadz Khalid Basalamah (Foto: YouTube/@Khalid Basalamah Official) DALAM Islam dikenal istilah ukhuwah yang berarti makna persaudaraan. Ukhuwah islamiyah yang mana hakikatnya menyatakan bahwa setiap umat muslim yang berada di muka bumi
Memahami kondisi sesama teman dalam rangka meningkatkan hubungan persahabatan merupakan contoh perilaku? Ta’awun tasamuh Tafahun Ta’aruf Semua jawaban benar Jawaban C. Tafahun. Dilansir dari Ensiklopedia, memahami kondisi sesama teman dalam rangka meningkatkan hubungan persahabatan merupakan contoh perilaku tafahun. Demikian artikel tentang Memahami kondisi sesama teman dalam rangka meningkatkan hubungan persahabatan merupakan contoh perilaku? Semoga dengan adanya web ini dapat membantumu dalam mengerjakan pertanyaan atau soal yang diberikan oleh guru. Mari kita lihat juga jawaban dari Kekuatan pertahanan dilaksanakan secara menyeluruh dan merata di wilayah NKRI sebagai negara kepulauan. Hal tersebut merupakan sistem pertahanan dan keamanan negara yang berciri? Ada kemungkinan kalau kamu akan mengerjakan soal itu juga lho. Baca Juga Perhatikan gambar berikut!Makna simbol sila ketiga Pancasila adalah? 1 Alfred Adler. Menurut Alfred Adler, pengertian empati adalah suatu penerimaan terhadap perasaan orang lain dan dapat meletakkan diri kita pada tempat orang tersebut. Empati berarti to feel in, atau proses ketika kita berdiri sejenak pada 'sepatu orang lain' agar dapat merasakan bagaimana dalamnya perasaan orang tersebut. 2. Soal7th-9th gradeIlmu Pengetahuan SosialSiswaSolusi dari Guru QANDAQanda teacher - Rizal36B. Tasamuh atau arti lainnya toleransiMasih ada yang tidak dimengerti?Coba bertanya ke Guru QANDA. Memahamikondisi sesama teman dalam rangka meningkatkan persahabatan disebut * - 28456231 mr987643 mr987643 10.04.2020 B. Arab Sekolah Menengah Atas terjawab Memahami kondisi sesama teman dalam rangka meningkatkan persahabatan disebut * a.Ta'aruf b.Ta'awun c.Tafahum d.Tadamum 1 Lihat jawaban Iklan Iklan wahyuniamaliyah73 - Hubungan pertemanan tidak selalu menimbulkan dampak positif terhadap kita. Bahkan, salah memilih teman bisa memberikan dampak negatif dan berakibat buruk. Lingkar pertemanan semacam itu sering disebut dengan toxic circle. Selain memberikan dampak terhadap kepribadian, hubungan pertemanan juga berdampak besar terhadap kesehatan mental. Berikut ini beberapa cara untuk mengenal pertemanan yang sehat 1. Saling menguntungkanDilansir dari laman AnydayGuide, pertemanan yang sehat adalah tentang memberi dan menerima, saling pengertian dan saling menghormati. Salah satu tanda pertemanan yang sehat adalah hubungan yang saling’, sehingga interaksi tidak berlangsung hanya satu pihak atau sebelah tangan. Persahabatan yang bertepuk sebelah tangan tidak pernah sehat. Jika kita menjadi satu-satunya orang yang mengalah, menghargai, memberi, dan satu-satunya orang yang pengertian, maka ini menjadi tanda persahabatan tidak sehat. Begitu pula, jika kita berada dalam posisi orang yang selalu menerima dan tidak pernah membalas, maka pikirkan tentang perilaku tersebut. Apakah kita benar-benar ingin terus menjadi orang seperti itu? 2. Tidak ada kecemburuanPerasaan tidak senang, cemburu, iri, ketika melihat teman kita sukses akan mengotori persahabatan. Seharusnya kita ikut bangga dan berbahagia jika teman kita sukses. Menjadi figur yang saling mengisi dengan memberikan dukungan positif terhadap keberhasilan teman adalah hal terpenting. Mungkin sesekali, kita pernah merasa iri dengan kesuksesan teman. Namun, jadikan rasa iri itu sebagai motivasi. Jangan menghancurkan hubungan pertemanan karena kecemburuan semacam ini. Pertemanan yang sehat adalah pertemanan yang mampu saling mendukung satu sama lain, dalam hal positif tentunya. Namun, perlu diingat pula bahwa pertemanan yang sehat bukanlah tentang kompetisi menang atau Memiliki teman lainnya Ketika kita memiliki hubungan pertemanan dengan seseorang, bukan berarti kita tidak bisa berteman dengan orang lain. Laman AnydayGuide mengungkapkan bahwa pertemanan yang sehat tidak akan membatasi lingkar sosial kita. Berteman dengan seseorang bukan berarti kita menghabiskan waktu secara penuh dengan orang tersebut. Ada kepentingan lain dengan orang lain pula yang harus kita jalani masing-masing. Teman yang baik tidak akan mencegah kita untuk bertemu dengan orang lain. Teman yang sehat juga tidak akan melarang kita untuk mencoba hal baru tanpa mereka. Mereka akan memahami bahwa dunia kita tidak hanya berpusat pada lingkar pertemanan dengan mereka. 4. Saling percayaSaling percaya satu sama lain merupakan hal yang sangat mendasar dalam hubungan pertemanan. Persahabatan yang sehat membutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi. Seseorang yang sangat memahami kita dengan baik biasanya berpotensi menjadi orang yang paling menyakiti kita. Untuk itu, kepercayaan adalah aspek fundamental dalam persahabatan. Kita percaya kepada teman untuk menjaga rahasia, selalu ada untuk mereka, dan tidak pernah menyakiti. Tingkat pertemanan yang berbeda menunjukkan perbedaan rasa percaya pula. Namun, persahabatan yang sehat tanpa ada kepercayaan merupakan sesuatu yang sama sekali tidak mungkin. 5. Hargai batasanSemua hubungan pertemanan yang sehat memiliki batasan, baik batasan fisik maupun emosi. Dikutip dari AnydayGuide, setiap orang membutuhkan ruang pribadi dan hubungan pertemanan yang sehat akan saling menghargai batasan tersebut satu sama lain. Ketika kita merasa dihargai semacam ini akan muncul rasa nyaman dan aman ketika kita bersama dengan mereka. Laman Psychologytoday menyebutkan, beberapa orang mungkin cukup sulit untuk merasa dekat dan nyaman dengan teman. Pada titik semacam ini, kita harus menghormati serta menghargai keputusan mereka. Berikan ruang yang mereka butuhkan untuk merasa nyaman. Jangan sampai lupa bahwa kebijaksanaan kita dalam bersikap dan bagaimana cara kita memperlakukan orang lain adalah elemen penting dalam pertemanan yang sehat. 6. KomunikasiKomunikasi terbuka dan jujur adalah dasar dalam hubungan pertemanan yang sehat. Menjadi seorang teman yang baik bukan berarti diam dan menerima begitu saja terhadap sesuatu yang tidak disukai. Komunikasikan dengan teman kita tentang hal-hal yang mengganggu di antara kita dengan mereka. Mungkin akan muncul perselisihan atau pun pertengkaran. Namun, akhirnya nanti mereka akan mengerti dan membicarakannya dengan baik. Dikutip dari Mydomaine, persahabatan yang sehat tidak ternilai harganya. Mereka akan selalu mengelilingi diri kita dengan hal positif, memberikan dorongan semangat, membuat kita tertawa, dan mengingatkan bahwa kita adalah orang yang dicintai. Selain itu, seperti dilansir Mayoclinic, bahwa teman yang sehat dapat meningkatkan kebahagiaan, mengurangi stres, meningkatkan kepercayaan, harga diri, dan membantu kita mengatasi trauma. Baca juga Cerita Korban MLM Hilang Harta hingga Merusak Pertemanan Glenn Fredly Semasa Hidup Menolak RUU Permusikan & Sahabat Aktivis Sejarah Hari Persahabatan Internasional 30 Juli & Cara Merayakannya - Sosial Budaya Kontributor Nurul AzizahPenulis Nurul AzizahEditor Alexander HaryantoMemahamikondisi sesama teman dalam rangka meningkatkan hubungan persahabatan merupakan contoh perilaku? Ta'awun; tasamuh; Tafahun; Ta'aruf; Semua jawaban benar; Jawaban: C. Tafahun. Dilansir dari Ensiklopedia, memahami kondisi sesama teman dalam rangka meningkatkan hubungan persahabatan merupakan contoh perilaku tafahun.